ungkapan kebersamaan, kerinduan, kesedihan, kebahagiaan dan kegilaan dalam karya kampusgampingan

Selasa, 04 Maret 2008

Estetika pada Era Konseptual


Karya seni yang proporsional, realis cenderung disebut indah,
walau memang banyak karya seni ‘indah’ yang juga memiliki kekuatan tema, kekuatan visualisasi yang didasari konsep (seperti dalam kasus ‘The Thinker’ Auguste Rodin)

Dalam konteks ini keindahan atau yang disebut ‘indah’ di keseharian adalah
yang cantik, yang sexy, hidung mancung, kulit bersih, proporsional, elegan, realis, dan hal-hal lain yang cenderung bersifat fisik.

Benarkah estetis secara praktis adalah indah yang hanya bersifat fisik ?
Mengapa operasi plastik disebut bedah estetika ?
Mengapa bangunan rumah tinggal bergaya Yunani yang cenderung disebut estetis ?
Mengapa lukisan Basuki Abdullah lebih disebut indah dibanding karya abstrak Affandi ?
Apakah benar sedemikian sempit arti estetika di keseharian ?

Jika hal ini yang umum dipahami
maka estetika hanya akan didominasi oleh masalah selera
dan kesadaran estetis akan mengalami proses yang panjang
seperti juga sain dan teknologi - secara logis pemahaman estetika pun mengalami tahapan proses sejalan dengan perkembangan pemikiran

Sejauh ini perbincangan estetika secara filosofis seolah hanya milik para akademisi, filsuf, seniman, desainer, arsitek, sastrawan
padahal sejak lahir dan setiap hari secara praktis kita telah ber-estetika

sadarkah kita kalau memilih warna favorit kita adalah suatu proses sederhana kesadaran estetis ?
sadarkah kita bahwa memilih produk ramah lingkungan adalah merupakan pengalaman estetis ?
sadarkah kita bahwa blog dan website kita berpeluang jadi karya seni (seni elektronik) ?
sadarkah kita jika karya kita optimal secara fungsi, teknis, struktur, ekologis juga disebut estetis ?

di tengah ‘rimba’ budaya kontemporer
dengan beragam kepentingan politis, komersial, manipulasi diri, gaya hidup, dll.
Upaya mem’bumi’kan Estetika
tidak berarti mengakibatkan ‘estetika’ kehilangan kemurniannya
kemudahan mengakses informasi, kekuatan pemikiran, kefleksibelan menyikapi tantangan alam menjadi modal upaya mem’bumi’kan estetika

untuk apakah sebuah kebenaran
jika tidak menjadikan kita ‘benar’ ?
untuk apakah jutaan kebaikan
jika tidak menjadikan kita ‘baik’ ?


1 komentar:

Unknown mengatakan...

mas sumber ocehannya blum ditulis mas....
jadi kalo ada yg marah bisa langsung marahin yg ngoceh ha....ha...ha....